Selasa, 16 November 2010

Selamat Hari Raya Idul Adha 1431 H, Mohon Maaf Lahir Batin....

Kamis, 11 November 2010

Etika Bisnis Dalam Melakukan Kegiatan Promosi

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam setiap produk harus dilakukan promosi untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa agar mudah dan cepat dikenali oleh masyarakat dengan harapan kenaikan pada tingkat pemasarannya.
Promosi sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang produksi menjadi diketahui oleh publik dalam berpromosi diperlukan etika-etika yang mengatur bagaimana cara berpromosi yang baik dan benar serta tidak melanggar peraturan yang berlaku, etika ini juga diperlukan agar dalam berpromosi tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh tekhnik promosi.
Kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.
Doug Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis buku Moral Intelligence, berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki pemimpin yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon M Huntsman, 2005 (dalam Itpin, 2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan, kunci utama kesuksesan adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis tidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan praktisi bisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat, terutama melalui pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai perusahaan di Indonesia.

2. Rumusan Masalah
Sering kali perusahan mengabaikan etika-etika dalam melakukan kegiatan promosi suatu produk sehingga menimbulkan kecemburuan dan kesenjangan kepada pesaing, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana cara melakukan promosi dengan menggunakan etika bisnis agar tidak menimbulkan konflik antar perusahan?
b. Bagaimana caranya berbisnis yang beretika?



BAB II
LANDASAN TEORI


2.1. Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan(stakeholders) .
Etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005)
Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan mendukung terciptanya budaya perusahaan. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati bersama dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam etika bisnis, yaitu :
1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu.
Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Dalam etika sebagai ilmu, bukan Baja penting adanya norma-norma moral, tidak kalah pentingadalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akansanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak).
Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadietis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi berikut, yaitu disatu pihak, harusdikatakan : etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etikabisnis boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila studi etika telahmembuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar.

2.2 Aspek Pokok Dari Bisnis
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
1) Sudut pandang ekonomi.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antaraprodusen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsendalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung olehkarena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak,tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak.
Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2) Sudut pandang moral.
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan,bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lainitu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3) Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan "Hukum" Hukum Dagang atau HukumBisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukumbanyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Sepertietika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harusdilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika,karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadipelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal : "Quid leges sine moribus" yang artinya : "apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas”.

Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur yaitu : nurani, Kaidah Emas, penilaian umum.
1. Hati nurani:
Suatu perbuatan adalah baik, bila dilakukan susuai dengan hati nuraninya, dan perbuatan lainburuk bila dilakukan berlawanan dengan hati nuraninya. Kalau kita mengambil keputusan moralberdasarkan hati nurani, keputusan yang diambil "dihadapan Tuhan" dan kita sadar dengantindakan tersebut memenuhi kehendak Tuhan.
2. Kaidah Emas :
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya denganKaidah Emas (positif), yang berbunyi : "Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana Andasendiri ingin diperlakukan" Kenapa begitu? Tentunya kita menginginkan diperlakukan denganbaik. Kalau begitu yang saya akan berperilaku dengan baik (dari sudut pandang moral). RumusanKaidah Emas secara negatif : "Jangan perlakukan orang lain, apa yang Anda sendiri tidak inginakan dilakukan terhadap diri Anda" Saya kurang konsisten dalam tingkah laku saya, bila sayamelakukan sesuatu terhadap orang lain, yang saya tidak mau akan dilakukan terhadap diri saya.Kalau begitu, saya berperilaku dengan cara tidak baik (dari sudut pandang moral).
3. Penilaian Umum :
Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atauperilaku adalah menyerahkan kepada masyarakat umum untuk menilai. Cara ini bisa disebut jugaaudit sosial. Sebagaimana melalui audit dalam arti biasa sehat tidaknya keadaan finansial suatuperusahaan dipastikan, demikian juga kualitas etis suatu perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.

2.3. Peranan Etika dalam Bisnis :
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1. Produk yang baik
2. Managemen yang baik
3. Memiliki Etika
Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikeloladengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidakmempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tsb.Bisnis merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomenasosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterimadalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.

2.4. Pengertian Promosi
Promosi adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa pada dengan tujuan menarik calon konsumen untuk membeli atau mengkonsumsinya.
Dengan adanya promosi produsen atau distributor mengharapkan kenaikannya angka penjualan.
Tujuan Promosi di antaranya adalah:
1. Menyebarkan informasi produk kepada target pasar potensial
2. Untuk mendapatkan kenaikan penjualan dan profit
3. Untuk mendapatkan pelanggan baru dan menjaga kesetiaan pelanggan
4. Untuk menjaga kestabilan penjualan ketika terjadi lesu pasar
5. Membedakan serta mengunggulkan produk dibanding produk pesaing
6. Membentuk citra produk di mata konsumen sesuai dengan yang diinginkan.
Beberapa cara untuk melakukan promosi adalah:
1. Melalui e-mail
2. Melalui sms
3. Melalui pembicaraan
4. Melalui iklan
5. Dll.
Etika Pemasaran dalam konteks promosi :
a) Sebagai sarana menyampaikan informasi yang benar dan obyektif.
b) Sabagai sarana untuk membangun image positif.
c) Tidak ada unsur memanipulasi atau memberdaya konsumen.
d) Selalu berpedoman pada prinsip2 kejujuran.
e) Tidak mengecewakan konsumen.

BAB III
PEMBAHASAN


3.1. Cara-Cara Melakukan Promosi Dengan Etika Bisnis
Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etik".
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan Negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan
Pengusaha Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi.

3.2. Cara Berbisnis Yang Beretika
Menurut Kamus Inggris Indonesia Oleh Echols and Shadily (1992: 219), Moral = moral, akhlak, susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas = kesusilaan; Sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (ethical) diartikan pantas, layak, beradab, susila. Jadi kata moral dan etika penggunaannya sering dipertukarkan dan disinonimkan, yang sebenarnya memiliki makna dan arti berbeda. Moral dilandasi oleh etika, sehingga orang yang memiliki moral pasti dilandasi oleh etika. Demikian pula perusahaan yang memiliki etika bisnis pasti manajernya dan segenap karyawan memiliki moral yang baik. Uno (2004) membedakan pengertian etika dengan etiket. Etiket (sopan santun) berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Memang diakui oleh Steade et al. (1984: 584) bahwa menunjuk sesuatu secara tepat yang merupakan perilaku bisnis secara etik bukanlah suatu tugas gampang. Dalam hal ini, beberapa penduduk menyamakan perilaku secara etik (ethical behavior) dengan perilaku legal yaitu, jika suatu tindakan adalah legal, mereka harus dapat diterima. Kebanyakan penduduk, termasuk manajer, mengakui bahwa batas-batas legal pada bisnis harus dipatuhi. Namun, mereka melihat batas-batas legal ini sebagai suatu titik pemberangkatan untuk perilaku bisnis dan tindakan manajerial. Secara nyata, perilaku bisnis beretika merefleksikan hukum ditambah tindakan etika masyarakat, moral (kesusilaan), dan norma.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun 'pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.


BAB IV
PENUTUP


4.1. Kesimpulan
Etika bisnis merupakan acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan.
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan promosi harus diperhatikan yaitu: pengendalian diri, Pengembangan Tanggung Jawab Sosial, Mempertahankan Jati Diri, Menciptakan Persaingan yang Sehat, Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan", Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi), Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar, Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan, Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama, Memelihara Kesepakatan, dan Menuangkan ke dalam Hukum Positif.
Sedangkan cara berbisnis yang beretika yaitu harus menghindari, Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), dan Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination

4.2. Saran
Promosi sangat diperlukan untuk dapat membuat barang yang produksi menjadi diketahui oleh publik dalam berpromosi diperlukan etika-etika yang mengatur bagaimana cara berpromosi yang baik dan benar serta tidak melanggar peraturan yang berlaku, etika ini juga diperlukan agar dalam berpromosi tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh tekhnik promosi. Dalam melakukan promosi hendaknya memperhatikan pesaing aga tidak terjadi konflik, maka dari itu setiap promosi harus ada etika agar dapat mengendalikan hal-hal yang bisa merugikan orang lain.

Rabu, 02 Juni 2010

Referensi Buku ”STUDI KELAYAKAN BISNIS edisi 3”

Referensi Buku ”STUDI KELAYAKAN BISNIS edisi 3”

Husein Umar, 2005, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Dalam Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3 berisi tentang pedoman berharga bagi praktisi bisnis yang ingin mengkaji kelayakan suatu bisnis secara komprehensif, tajam, dan ilmiah. Sementara bagi akademis, buku ini lebih mudah dipahami karena fokusnya adalah pada praktikum, bukan konsep-konsep, dan isinya telah disesuaikan dengan lingkungan bisnis di Indonesia saat ini. Bagaimana suatu usaha bisa mencapai tingkat perkembangan dan keuntungan usaha yang optimal, dengan cara mengkaji terlebih dahulu bidang usaha yang akan dijalankannya melalui suatu Studi Kelayakan Bisnis (SKB) serta mengkaji awal risiko kegagalan akan bisa diantisipasi.

Buku ini mengkaji aspek-aspek SKB, seperti aspek pasar, manajemen, SDM, Keuangan, dan lingkungan industri. Ada juga panduan memahami manfaat, tahap-tahap SKB, Serta antisipasi risiko berbisnis.

Kesan praktis buku ini semakin menonjol dengan ditampilkannya 11 eksibit serta bab-bab yang khusus membahas:

- Desain pelaporan SKB

- Pedoman Praktek SKB

- Contoh laporan lengkap hasil SKB barang dan jasa.

PI (proposal)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Saat ini pertumbuhan perekonomian Indonesia semakin tahun semakin membaik. Hal ini dapat kita lihat dari semakin banyak berdirinya dunia usaha-usaha baru diberbagai bidang baik yang didirikan oleh perorangan maupun perusahaan. Aspek penting dalam dunia bisnis adalah adanya investasi karena bila tidak ada investasi suatu perencanaan tidak akan terjadi. Investasi berarti suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan (laba) di masa mendatang, dan yang perlu diperhatikan dari berinvestasi yaitu jangka waktu investasi serta target laba yang akan dicapai dikemudian hari.

Keputusan investasi harus dinilai dalam hubungannya dengan kemampuan untuk menghasilkan keuntungan yang sama atau lebih besar dari yang disyaratkan oleh pemilik modal. Dalam modal beberapa informasi sangat diperlukan di antaranya adalah: alternatif kesempatan investasi, estimasi aliran kas, pemilihan investasi atas dasar kriteria yang ada dan penilaian kembali setelah ditentukannya suatu investasi.

Masyarakat Indonesia sudah mulai berani melakukan investasi untuk memperbaiki perekonominya yang salah satunya dengan bisnis waralaba yang saat ini telah menjamur di Indonesia. Banyak perusahaan-perusahaan sekarang menawarkan bisnis waralaba, namun untuk mendapatkan bisnis waralaba yang tepat, terkadang mengalami kesulitan karena adanya keragu-raguan padahal pilihan pertama sangat menentukan, paling tidak usahanya yang akan dijalani stabil dan mendapatkan laba seperti yang diharapkan.

Sebagai strategi yang melibatkan modal pihak lain, bisnis waralaba harus transparan dengan tujuan saling menguntungkan serta saling percaya antara terwaralaba dengan pewaralaba agar hubungan kedua belah pihak selaras. Sehingga mampu membuktikan kalau bisnis tersebut sehat.

Di Indonesia bisnis waralaba terus berkembang seirama dengan kebutuhan masyarakat yang jumlahnya terus meningkat, bisnis yang paling stabil adalah retail yang melayani kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari yaitu minimarket. Salah satu minimarket yang banyak diminati masyarakat adalah PT. Indomarco Prismatama (INDOMARET).

Indomaret pertama kali melakukan pola kemitraan waralaba pada tahun 1997 dengan membuka peluang bagi masyarakat luas untuk turut serta memiliki dan mengelola bisnis tersebut dengan sistem bisnis yang relativ baik. Indomaret sendiri sudah tidak asing lagi dimata masyarakat sehingga para pembisnis tidak ragu untuk menginvestasikan modalnya kepada perusahaan ini tapi itu semua kembali kepada kita sendiri. Apakah menurut kita cocok kepada kita atau sebaliknya.

Maka dari itu, sebelum mengambil keputusan untuk menginvestasikan modal kita, maka penulis berkeinginan untuk membuat Penulisan Ilmiah dengan judul ”Analisis Investasi Waralaba Pada PT. Indomarco Prismatama (Indomaret) Sebagai Upaya Dalam Pengembangan Usaha Bagi Investor (franchisee)”

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana caranya berinvestasi pada PT. Indomarco Prismatama (Indomaret)?

b. Apakah Investasi waralaba tersebut menguntungkan kepada terwaralaba (investor) dengan menggunakan metode Payback Periode (PP), Net Present Value (NPV), Profitabilitas Indeks (PI), dan Internal Rate of Return (IRR)?

Mengingat luasnya permasalahan, penulis membatasi penulisan ilmiah ini lebih diarahkan pada kelayakan investasi waralaba pada PT. Indomarco Prismatama (Indomaret), data yang digunakan pada 2010. Metode yang digunakan adalah PP, NPV, PI, dan IRR

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah agar para investor (franchisee) pada indomaret dapat mengetahui cara berinvestasi waralaba dan sebagai acuan invenstasi tersebut layak atau tidak dilakukan.

1.4. Manfaat penelitian

a. Manfaat akademis

Dalam analisis ini penulis dapat memperdalam penguasaan materi serta sebagai contoh penelitian untuk membantu mahasiswa yang ingin melakukan suatu penelitian yang sejenis.

b. Manfaat praktis

Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi waralaba pada Indomaret dan agar dapat mengetahui sistem keuntungan yang diperoleh dari bisnis waralaba serta menjadi alat bantu kepada francisee untuk mengambil keputusan investasi yang akan dilakukan.

1.5. Metode penelitian

Dalam analisis ini, penulis mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dari beberapa metode, diantaranya:

1.5.1. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah Indomaret terdekat yang salah satunya yang terletak di Indomaret CV. Ridho Pratama Lestari Jl. RTM Rt. 06/08 Kelapa Dua, Depok - Jawa Barat.

1.5.2. Data

Data yang digunakan penulis dalam penulisan ilmiah ini adalah:

a. Data primer

Penulis melakukan studi kelapangan dan wawancara langsung kepada salah satu kepala toko indomaret tersebut.

b. Data sekunder

Data yang digunakan dalam penulisan ilmiah yaitu laporan aliran kas perusahaan pada tahun 2010

1.5.3. Metode pengumpulan data

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode pengumpulan data, yaitu:

a. Studi lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan dengan mendatangi/mensurve secara langsung ke lapangan atau objek penelitian dengan melakukan wawancara langsung pada objek tersebut agar memperoleh informasi dan data yang benar.

b. Studi pustaka (Library Research)

Penulis melakukan studi pustaka dengan cara mencari dan mempelajari bahan studi yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian.

1.5.4. Alat analisa yang digunakan

Dalam penelitian ini, penulis mengggunakan alat analisa dengan metode Payback Periode (waktu pengembalian modal), Net Present Value (analisi manfaat finasial untuk mengukur layak atau tidak suatu usaha), Internal Rate of Return (tingkat bunga antara aliran kas keluar yang diharapkan dengan aliran kas masuk yang diharapka ), dan Average Rate of Return (rasio antara laba setelah pajak terhadap investasi)